Kamis, 28 Agustus 2014

MiG Family Indonesia

Sampai pertengahan 1950-an, diketahui  AURI sudah.mempunyai 30 MiG-15 UTI yang tiba di Lanud Kemayoran dan Chekoslovakia sejak 14 Agutus 1958. Setahun kemudian disusul kedatangan 49 MiG-17 juga dan Chekoslovakia. Ketika ketegangan dengan Belanda semakin memu­ncak pada awal 1960, Pemerintah merasa masih perlu untuk menam­bah kekuatan udara agar mampu menggetarkan nyali lawan. Maka datanglah 10 MiG-19 dan makin lengkap dengan tibanya 24 MiG-21 pada tahun 1962.

Soal MiG family yang dioperasikan AURI, tak usah diragukan lagi bahwa kedatangan MiG-21 menjadi momentum penting bagi AURI. Pasalnya ketika itu, MiG-21 tergolong pesawat pencegat tercanggih di eranya. Namun dibanding MiG-15 dan MiG-17, jet ini tergolong telat datangya hingga tidak banyak kiprahnya dalam Trikora.
Untuk menyambut kedatangan pesawat-pesawat baru dari Blok Timur ini, maka berdasarkan surat Keputusan Men/Pangau tahun 1962 yang berisi tentang pembentukan Skadron 12 sebagai pangkalan bagi MiG-19 di Ke­mayoran, Skadron 14 home base pesawat MiG-21F, dan Skadron 41/42 dengan pesawat Tu-16 di Madiun.
Sebagai persiapan, AURI mengirimkan penerbang­nya ke Rusia untuk belajar men­erbangkan pesawat MiG-21 pada tahun 1961. Para penerbang yang terpliih adalah Kapten Sukardi, Letnan Udara I Jahman, Letnan Udara I Sobirin Misbach, dan Let­nan Udara I Saputro. Sebenarnya Sobirin Misbach dan Saputro tidak diberangkatkan ke Rusia. Namun mereka hams meng­gantikan dua penerbang lainnya yang terpaksa grounded setibanya di Uni Soviet. Letnan Udara II Mundung hams pulang karena sakit, sedang Letnan Udara II Suganda terpaksa pulang karena memiliki ukuran tubuh terlalu kecil. Suganda telah mencoba berbagai macam pressure suit, bahkan sampai ukuran terkecil, tetap saja tidak muat. Selama em-pat bulan, para penerbang belajar menerbangkan pesawat di Lanud Lugowaya yang berada di sebuah kota kecil di perbatasan dengan India.

Selain mengirim ke luar, AURI juga mendatangkan instruktur dari Soviet. Pener­bang yang dididik di dalam negeri adalah Mayor Roesman sebagai calon komandan skadron MiG-21. Program latihan dilaksanakan hampir bersamaan dengan kadet yang di Lugowaya. Setelah menyelesaikan latihan terbang, mereka mengajarkan ilmu yang sama kepada penerbang di skadron. Penerbang MiG-21 diambil dari penerbang MiG-17 Skadron 11 dan MiG-19 Skadron 12.
Ada cerita unik soal MiG-17. Semula skadron berkekuatan 49 MiG-17 dan 30 MiG-15UTI ini berpangkalan di Kemayoran sebe­lum dipindah ke Madiun. Secara resmi kepindahan ini dikarenakan padatnya traffic di Kemayoran. Karena selain penerbangan sipil, di Kemayoran juga ditempatkan 10 MiG-19 asal Skadron 12 dan Skadron 21 dengan 22 11-28 Beagle. Namun sejumlah orang percaya bahwa kepindahan ini gara-gara penembakan Istana Merdeka oleh Letnan Daniel Maukar meng­gunakan MiG-17 F-1112 pada 9 Maret 1960. Setelah kejadian itu Skadron 11 tiba-tiba menda­pat perintah untuk keluar dari Ibukota.

Proses pindahnya pun rada unik. Perintah keluar Ibukota itu didahului dengan rencana terbang navigasi keliling Indonesia. Pada saat mereka tiba di Bali dan bersiap kembali ke Kemayoran, Mabes AURI tiba-tiba menge­luarkan instruksi tentang home base baru mereka di Iswahjudi. Sehingga dari Bali MiG-17 lang­sung diterbangkan ke Iswahjudi, sedangkan personel dan peralatan menyusul kemudian. Sebuah kepindahan yang mendadak.

MiG-17PF yang dilengkapi radar Izumrud, tengah mendapat kunjungan dari petinggi militer asing. Pesawat ini ditempatkan di Skadron 11, dan kemudian dipindahkan ke Madiun setelah insiden penembakan Istana Merdeka oleh Lettu Maukar. Fresco berperan besar dalam Operasi Trikora.
Kehadiran MiG-21F mem­perkuat AURI memang sebuah lompatan sangat jauh. Terbang perdana dilaksanakan pada Juli 1962 di Kemayoran. Mayor Roes-man sebagai komandan skadron pertama, dipercaya melaksanakan penerbangan ini. Disaksikan oleh Suryadarma dan pejabat lainnya, MiG-21 membuktikan kehebatan­nya ketika diterbangkan untuk pertama kali di Indonesia.

MiG-21 sejatinya memang dirancang untuk menyergap bomber dan pesawat tempur supersonik lainnya. Sehingga setelah tiba di Indonesia pada 1962, pesawat-pesawat ini men­jadi pesawat interceptor AURI. Tak pelak kedatangan jet yang mampu mencapai kecepatan Mach 2 membuat pihak Barat gusar. Dengan mesin Tumanski berkekuatan 11.240 lbs dan berat total 16.500 lbs, MiG-21 merupa­kan pesawat dengan thrust to weight ratio paling baik saat itu yaitu 5:1. Kehebatan mesin ini dibanding pesawat AS saat itu adalah tidak adanya jejak asal yang keluar dari mesin.

Foto MiG-17 yang kemudian dihibahkan ke Pakistan.
Awalnya MiG-21 ditempatkan di Skadron 14. Menyusul sejum­lah kejadian teknis yang menim­pa MiG-19 dari Skadron 12, maka sebagian MiG-21 ditempatkan di Skadron 12, Kemayoran. MiG-18 grounded dan akhirnya dijual ke Pakistan pada tahun 1965. Pen­giriman dari Lanud Kemayoran dilaksanakan melewati pelabuhan Tanjung Priok pada bulan Okto­ber, sesaat setelah pemberontakan PKI meletus.

Bisa jadi Mig-17D adalah jet tempur paling banyak berperan dalam konflik di Irian Barat dengan Belanda. Kondisi ini tak terlepas dari belum datangnya MiG-21 ketika konflik sedang memanas.
Selain dikenal bandel, MiG-21 juga tidak mengenal FOB (foreign object damage), yaitu benda­benda asing yang bisa merusak system pesawat. MiG-21 bisa mendarat di landasan yang buruk seperti di Morotai yang berlumut. MiG-21 juga terkenal kasar. Suatu saat pernah pintu roda pendarat rusak. Kru darat berusaha melepas dan menggantinya dengan pintu roda pesawat lain. Ternyata uku­rannya tidak sama.
Kekurangan MiG-21 adalah pada daya jelajah dan system avi­onic. Day jelajahnya tidak terlalu iauh disebabkan kapasitas tangki bahan bakar internal hanya 1.470 liter dan tangki eksternal 490 liter, hanya bisa digunakan untuk ter-bang selama 1 jani 45 menit. Sis­tern avionik juga lemah. Di kokpit hanya terdapat peralatan semacam automatic direction finder (ADF). Sebagai pesawat interceptor, kecepatan yang dimiliki memang “Joleh diandalkan, namun tanpa radar yang memadai maka pener­Ning harus menemukan sasaran di udara dengan mata telanjang ietelah dipandu radar darat. Radar yang di pesawat hanya terbatas .mtuk melepas roket K-13 A.
Penerbang yang sempat men-Omni Skadron 14 pada saat itu antara lain Roesman, Saputro, Tri Suharto, Subardi, Yos Bakarbesi, Jahman, Martin, Tetelepta, Sukar­di, Firman, Siahaan, Beni Joseph, Eli Sumarmo, M Syafii, Wofkar Usmani, dan Sobirin Misbach.

MiG-15UTI adalah jet versi latih yang mulai diterima AURI sejak akhir 1950-an. Di lingkungan AU Soviet kala itu, jet ini baru diproduksi setelah pengembangan MiG-15bis disetujui pada 1949. Pesawat ini dilengkapi kursi lontar dan sangat bersahabat untuk fungsi latih karena kanopinya yang luas.
Pada saat konflik di Irian Barat tengah menghangat, sempat sebuah U-2 Dragon Lady terbang di atas Madiun. Pesawat ini diter­bangkan dari Filipina ke Darwin untuk misi pengintaian. Dari ketinggian 70.000 kaki, U-2 ber­hasil mengidentifikasi deretan jet tempur dan pembom di Iswahy­udi. Saat itulah kru U-2 melihat sendiri bahwa Indonesia sudah diperkuat pemburu MiG-21 dan pembom Tu-16. Data pengintaian inilah yang kemudian menjadi dasar pertimbangan Belanda dan tentu atas desakan AS, untuk menghentikan pertikaian dengan Indonesia.

Sejumlah insiden juga terjadi ketika itu yang merengut nyawa penerbang AURI
Seperti Tu-16, nasib MiG fam­ily juga mengenaskan. Kepedihan itu paling dirasakan oleh pener­bang angkatan Ciptoning III yang baru kembali dari Ceko. Setelah tiga tahun tiga bulan mengikuti sekolah terbang di Ceko dan pulang ke tanah air, ternyata mereka mendapati kondiri AURI sudah berubah drastis. Saat mereka kembali Agustus 1968, MiG-21 sudah dalam kondisi kritis. Bahkan setahun sebelum­nya telah diadakanfarewellflight untuk menandai beralchirnya masa pakai pesawat ini. Terbang perpisahan itu berlangsung malam hari selama satu bulan penuh di Halim Perdanakusuma. Setrlah itu hanya beberapa pesa­wat saja yang diizinkaan terbang. MiG-21 melakukan penerbangan terakhir pada tahun 1970, saat diadakanfly past di Jakarta. Pada tahun itu seluruh pesawat jenis MiG dinyatakan grounded oleh Mabes AURI.
Padahal MiG-21 dan MiG­19 relatif masih baru, namun mempunyai akhir pengabdian yang memilukan. MiG-19 dijual ke Pakistan, bahkan beberapa penerbang dan teknisi juga dikirim ke Pakistan dala Operasi Pakis untuk membantu Pakistan yang terlibat konflik dengan In­dia. Bantuan MiG-19 ini ditukar dengan empat unit pesawat Lock- heed Constelation yang ternyata performanya buruk. Pesawat ini hanya dipakai beberapa tahun saja sebelum akhirnya di-ground­ed. Dalam kerjasama itu, Pakistan sempat mengajukan permintaan untuk memperoleh rudal Kennel AS-1 bawaan Tu-16. Namun per­mintaan ini ditolak oleh KSAU Omar Dhani.
Sementara MiG-21 yang ter­paksa harus diangkut ke Amerika sebagai bagian dari barter dengan T-33, sempat terlihat diangkut pesawat C-141 Starlifter pada awal 1970

Tidak ada komentar:

Posting Komentar